IMPERIALISME BUDAYA OLEH NEGARA-NEGARA EROPA DAN AMERIKA SERIKAT DI DUNIA SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI
Qomaruzzaman
Universitas
Negeri Malang
E-Mail: qomarquzan@live.com; qomarquzan@gmail.com
ABSTRAK: Analisis tentang
modialisasi-globalisasi yang dilihat sebagai pemaksaan nilai-nilai budaya
bangsa oleh negara Benua Eropa dan Amerika Utara di dunia terutama bangsa ke
negara dunia ketiga, tetap menjadi satu diantara sekian interpretasi klasik
dari fenomena yang dikaji. Pertanyaan mengenai suatu kesenjangan dalam
pertukaran budaya-budaya dimasa lampau pada abad 20 yang tidak dapat
dipungkiri, hal itu dapat disimpulkan melalui kajian pustaka penulis.
Negara-negara kuat dan adidaya telah mencoba memaksakan produk-produk budaya
dan nilai-nilai mereka. Mesikipun organisasi budaya internasional seperti
UNESCO hadir hanya mamapu mengurangi unitaliteralime budaya dari kekuatan yang
mendominasi baik dari swasta maupun pemerintahan. Bahwa globalisasi budaya
menciptakan kesenjangan antarbangsa dan antarkelompok. Budaya dapat menjadi
medan konflik, asal tidak terlalu meruncingkan berbagai pertentangan dan tetap memperhatikan
mekanisme yang berjalan.
Keyword: Imperialisme; Budaya; Bangsa
PENDAHULUAN
Globalisasi
merupakan proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan atau ide
yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang
hakikatnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman
bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia (Edison: 2005).
Dewasa ini
dalam kehidupan sehari-hari setiap orang tidak lepas dari berbagai hal tentang
globalisasi. Tehnologi informasi dan komunikasi merupakan faktor pendukung perkembangan
globalisasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat
tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat
dihindari kehadirannya, terutama dalam bidang sosial budaya.
Kehadiran
globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk
Indonesia. Pengaruh globalisasi juga meliputi segala aspek kejidupan terutama
pada aspek kebudayaan dan kearifan lokal. Yang patut dipertanyakan dan
sekaligus sebagai rumusan masalah dari artikel berikut ini: Apa saja
bentuk-bentuk imperialisme budaya di di Dunia dan Indonesia? Pada abad ke-21
ini dan seterusnya dengan adanya arus globalisasi dan imperialisasi semakin,
kuat apakah budaya/kearifan lokal di Indonesia akankah bertahan?
KAJIAN PUSTAKA
Mengenai Globalisasi dan Imperialisme Budaya
Globalisasi adalah
penyebaran praktek, relasi, kesadaran dan organisasi di seluruh dunia mengalami
transformasi, sering kali secara dramatis, yang disebabkan globalisasi (Ritzer:
2012). Globalisasi dapat dianalisis secara kultural, ekonomi, politik dan institusional.
Untuk setiap jenis analisis, perbedaan mendasar adalah tentang apakah kita
melihat semakin meningkatkannya homogenitas atau heterogenitas.
Globalisasi
budaya adalah penyebaran gagasan, makna, dan nilai ke seluruh dunia
dengan cara tertentu untuk memperluas dan mempererat hubungan sosial (James
Paul: wikipedia, 2006). Proses ini ditandai oleh konsumsi budaya
bersama yang dibantu oleh Internet, media budaya masyarakat, dan perjalanan
luar negeri. Konsumsi budaya bersama turut mendorong pertukaran barang dan
kolonisasi yang menyebarkan budaya ke seluruh dunia. Penyebaran budaya
memungkinkan seseorang terlibat dalam hubungan sosial lintas negara dan
kawasan. Penciptaan dan perluasan hubungan sosial seperti ini tidak terlihat di
tingkat material. Globalisasi budaya melibatkan pembentukan norma
dan pengetahuan bersama yang sesuai dengan identitas budaya mereka, baik
individu atau kelompok. Globalisasi budaya terus meningkatkan keterkaitan penduduk
dan kebudayaan di dunia (Manfred, Paul: wikipedia, 2010)
Pada titik
radikalnya globalisasi budaya dapat dipandang sebagai ekspansi berbagai
peraturan dan praktik umum transnational
yang mengarah pada satu budaya (homogenitas) sehingga memaksakan
nilai-nilai dan unsur-unsur budaya yang dianggap berbeda, ataupun sebagai
proses yang di dalamnya banyak unsur budaya lokal (kearifan lokal) dan budaya
global (western) yang berinteraksi untuk melahirkan sebuah pencampuran
budaya atau akulturasi yang mengarah
pada terwujudnya beragam budaya (heterogenitas)
Negara Barat
memproduksi mayoritas dari media, seperti film, berita
dan komik.
Hal itu bisa dilakukan karena mereka mempunyai uang (modal) untuk
memproduksinya, sedangkan negara dunia ketiga membeli produksi-produksi
tersebut karena lebih murah dibandingkan dengan memproduksi sendiri. Oleh
karena itu, ketiga menonton media yang berisi cara hidup, kepercayaan dan
pemikiran Barat. Lalu, budaya negara dunia ketiga mulai melakukan hal yang sama
dengan Negara Barat dan akhirnya dapat mengusai pasar di negara dunia ketiga.
Sejarawan Francois
Chaubet baru ini menulis buku tentang Globalisasi Budaya, menurut penulis karyanya
cukup baik dan dapat dijadikan sebagai referensi. Menurut Francois Chaubet menonton siaran berita CNN, mengambil studi di luar negeri,
melakukan perjalanan jauh (liburan di luar negeri), mengapresiasi secara lokal
seniman-seniman yang berkarya dan berpameran di seluruh dunia dan menonton
sepakbola Piala Dunia, semuanya adalah praktik-praktik dari globalisasi saat
ini budaya yang umum saat ini. Praktik-praktik
tersebut merupakan ekspresi dari globalisasi yang kian meluas pada abad XIX.
Dunia Baru ini hasil dari sebuah globalisasi yang resah. Beberapa pihak
menuduh “Coca-kolonisasi” dunia atau lahirnya sebuah “dunia Mc” yang
menggabungkan McDonald dan McIntosh (Apple), sementara yang lain menuding
sejumlah fenomena berakhirnya identitas yang dihasilkan globalisasi. Ada pula
yang mengagung-agungkan dunia yang sedang dalam proses persilangan ini.
Imperialisme
budaya merupakan hegemoni ekonomi, teknologi dan budaya dari negara-negara
industri maju yang akhirnya menentukan arah kemajuan ekonomi dan sosial serta
mendefinisikan nilai-nilai budaya di dunia. Dunia menjadi pasar budaya dimana
terdapat kesamaan pengetahuan, mode dan musik yang diproduksi, dibeli dan
dijual. Selain itu, terdapat kesamaan ideologi,
keyakinan politik, pandangan mengenai kecantikan dan makanan di dunia (Matti
Sarmela: wikipedia, 2014).
Imperialisme
budaya dalam pengertian yang lebih mudah dipahami penulis adalah praktek
mempromosikan budaya atau bahasa dari satu bangsa ke bangsa lain. Hal ini biasanya
terjadi bahwa mereka adalah bangsa yang besar terutama dalam hal ekonomi atau
militer yang kuat yang melakukan ekspansi kepada bangsa lebih kecil yang
dianggap kurang makmur. Imperialisme budaya dapat mengambil bentuk kebijakan
formal atau sikap umum.
Pertentangan
antara western dan yang lain pada tataran budaya, diajukan oleh beberapa
pemikir, bersumber pada politik, terkadang brutal (ketika masa penjajahan),
terkadang lebih canggih (Chaubet: 2015). Seperti halnya tehnologi saat ini yang
sedang dikembangkan oleh Eropa dan Amerika Utara yaitu negara yang mengklaim
sebagai negara dunia pertama dan kedua. Mereka berusaha memaksakan pengaruhnya
agar negara-negara berkembang yaitu negara yang dianggap sebagi negara dunia
ketiga agar ikut menjadi negara maju seperti mereka. Yaitu dengan melakukan
pemaksaan ekonomi pada suatu negara di dunia ketiga dengan melakukan apa saja
untuk ikut berperan mengatur dan mengendalikan sistem perekonomian sehingga
negara tersebut menjadi ketergantungan pada negara dunia pertama dan kedua.
Teori Imperialisme Budaya muncul sejak tahun 1960 dan telah menjadi topik
pembahasan di kalangan elit politik sejak tahun 1970. Perbincangan tersebut
melahirkan istilah-istilah seperti media imperialism, imperialism
structural, ketergantungan budaya dan dominasi, sinkronisasi budaya,
kolonialisme elektronik, imperialisme ideologis, dan imperialisme ekonomi.
Dalam pendefinisiannya, Imperialisme kultural merupakan tindak upaya dalam
mempromosikan budaya yang lebih kuat atas budaya yang diketahui dan diinginkan.
Imperialisme kultural dapat mengambil bentuk yang aktif, kebijakan formal atau
sikap umum. Sebuah awal dari kolonialisme digunakan dalam produk budaya ‘dunia
pertama’ yang berbenturan dengan budaya dunia ketiga yang dianggap kolot atau
tidak maju sehingga mampu menaklukan budaya/kearifan lokal.
Menurut Herbert Schiller dalam bukunya “The Concept
of Cultural Imperialisme Today (1975)” menggambarkan berbagai proses,
dimana masyarakat dibawa ke dalam system dunia modern dan bagaimana dapat
mendominasinya (dunia barat), baik secara tertarik, tertekan, dipaksa, dan
terkadang dengan menyuap lembaga-lembaga social agar selaras atau mempromosikan
nilai-nilai dan struktur dominasi system. Media masa Negara barat yang
mendominasi media massa di negara dunia ketiga. Media publik adalah contoh
utama dari perusahaan operasi yang digunakan dalam proses penetratif. Untuk
penetrasi pada skala yang signifikan media sendiri harus ditangkap oleh para
pendominasi. ini sebagian besar terjadi melalui komersialisasi penyiaran. Dalam
konsepnya imperialisme budaya adalah keseluruhan proses dimana sebuah
masyarakat dibawa ke dalam sistem dunia modern dan strata yang mendominasi kaum elit dengan diiming-imingi, ditekan,
dipaksa, dan kadang-kadang disuap untuk menjadikan pranata-pranata sosial
serasi dengan atau bahkan mendukung nilai dan struktur pusat sistem yang
mendominasi. Dalam perkembangannya, teori imperialism budaya memiliki
beberapa transformasi (Dedy:2014).
Adapun
beberapa ahli juga mengemukakan teori-teori tentang Imperialisme Budaya. Di era postkolonial, imperialisme budaya dapat
diartikan sebagai budaya warisan zaman kolonialisme, atau bentuk aksi sosial
memberikan kontribusi bagi kelanjutan hegemoni barat Dalam hal ini akan
membahas beberapa istilah-istilah yang muncul dalam perkembangan teori
imperialisme budaya.
Menurut Michael Foucault, Imperialisme budaya adalah
interpretasi filosofis tentang kekuasaan dan konsepnya tentang kepemerintahan. Foucault mendefinisikan
kekuasaan sebagai immaterial, sebagai jenis hubungan tertentu antara
individu-individu yang ada hubungannya dengan posisi sosial secara strategis
yang kompleks berhubungan dengan kemampuan subjek untuk mengontrol lingkungan
dan mempengaruhi orang di sekitar itu sendiri. Menurut Foucault, kekuasaan
sangat terkait dengan konsepsinya tentang kebenaran . Kebenaran, seperti yang ia
definisikan, adalah sistem prosedur untuk memerintahkan produksi, regulasi,
distribusi, dan sirkulasi, yang memiliki keterhubungan dengan sistem kekuasaan.
Oleh karena itu, melekat dalam sistem kekuasaan, selalu kebenaran yang secara
spesifik budaya nya tidak dapat dipisahkan dari ideologi yang sering bertepatan dengan berbagai
bentuk hegemoni.
Edward Said mendefinisikan imperialisme budaya dalam
bukunya Budaya dan Imperialisme
(1993), imperialisme kolonial meninggalkan warisan budaya pada saat
(sebelumnya) dijajah bangsa yang tetap dalam peradaban kontemporer mereka, dan
bahwa imperialisme budaya dikatakan sangat berpengaruh dalam kekuatan sistem internasional.
Herbert Schiller menyatakan teori imperialisme budaya sebagai negara Barat mendominasi media
di seluruh dunia ini. Dapat dikatakan media massa di negara Eropa dan Amerika
juga mendominasi media massa di dunia ketiga. Alasannya, media Barat mempunyai
efek yang kuat untuk mempengaruhi media dunia ketiga. Media Barat juga memberi
pengaruh yang sangat mengesankan bagi media di dunia ketiga. Sehingga negara
dunia ketiga ingin meniru budaya yang muncul lewat media tersebut. Dalam
perspektif teori ini, ketika terjadi proses peniruan media negara berkembang
dari negara maju, saat itulah terjadi penghancuran budaya asli di negara
ketiga. Selain itu Negara Barat yang mendominasi media di dunia kembali memiliki efek
power full pada budaya di negara berkembang dengan cara memasukkan ide-ide
bahkan memaksa dengan pandangan-pandangan Negara Barat yang dianggap mereka
modern dan maju, hingga pada akhirnya menghancurkan budaya
asli mereka.
PEMBAHASAN
Perkembangan era globalisasi yang hampir dirasakan
oleh seluruh masyarakat dunia, baik negara maju ataupun negara berkembang.
Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang berhasil melapisi masyarakat
internasional dengan melewati batas-batas negara, baik secara langsung ataupun
secara tidak langsung yang batas-batas antar negara tersebut seolah-olah tidak
tampak. Perdebatan perihal perkembangan globalisasi sudah sering terjadi, baik
dari negara yang mengkonsumsi ‘hasil produk’ dari globalisasi tersebut ataupun
negara yang menyebarkannya. Globalisasi akan sangat terasa dampak pengaruh
perubahannya terutama bagi negara-negara berkembang, baik secara gaya hidup
ataupun lingkungan. Perubahan dunia pasti terjadi, dan globalisasi merupakan
dunia yang terhubung tanpa merasakan adanya batasan (connected world)
atau disebut sebagai Global Village (Mc Luhan:1994).
Negara Barat
yang telah maju dalam segi ekonomi dan politik ingin kembali memberikan
pengaruh atau imperalisasi ke negara dunia ketiga. Teori imperalisme budaya yang
dikemukakan oleh Herb Schiller menyatakan
bahwa negara-negara Barat mendominasi media di dunia yang kembali memiliki efek
power full pada budaya di negara berkembang dengan cara memasukkan
ide-ide bahkan memaksa dengan pandangan-pandangan Negara Barat yang dianggap
mereka modern dan maju, hingga pada akhirnya menghancurkan budaya
asli mereka.
Emperialisme
Budaya di Dunia
Setelah usai
Perang Dunia II dan berakhirnya fase Perang Dingin antara Blok Barat dengan
Blok Timur dengan runtuhnya Uni Soviet, kita mengenal istilah Imperialisme
Budaya sebagai bentuk baru penguasaan bangsa-bangsa oleh kekuatan besar yang
bertujuan menguasai tidak hanya kekayaan fisik, tetapi mental dan budaya bangsa
lain yang menjadi "jajahan"nya. Sebenarnya Imperialisme Budaya sudah
berlangsung sejak lama, seiring dengan gerakan ekspansi bangsa-bangsa Eropa dan
mengiringi zaman kolonialisasi.
Sepanjang
sejarah Empires (Zaman Kerajaan) telah dibentuk ekspansi menggunakan perang dan
paksaan fisik (imperialisme militer). Dalam populasi jangka panjang cenderung
diserap ke dalam budaya yang dominan, atau memperoleh atribut secara tidak
langsung. Salah satu contoh : pertama dari imperialisme budaya adalah kepunahan
budaya dan bahasa Etruscan disebabkan oleh pengaruh Kekaisaran Romawi.
Pada zaman
pengaruh Yunani dibangun gedung olahraga, teater, dan tempat mandi umum (kolam
renang, Spa, sauna) di tempat-tempat yang menjadi kawasan ekspansi (seperti
Yudea kuno, di mana imperialisme budaya Yunani memicu pemberontakan massa),
dengan efek bahwa populasi menjadi tenggelam dalam budaya itu. Penyebaran
thekoine (umum) bahasa Yunani adalah faktor besar dalam perendaman ini.
Sebuah contoh
kasusu imperialisme budaya yaitu bahasa daerah oleh Inggris.
Negara Inggris meresmikan Kitab Doa Umum berbahasa Inggris yang doa ini dikutip
dari kitab Injil Matius, yang muncul sebagai bagian dari Khotbah di
Bukit. Dan yang mirip ada pula di kitab Injil Lukas.
Tujuannya adalah untuk menekan bahasa non-Inggris dengan mengganti bahasa Inggris,
pada Kitab Doa Umum yaitu mengganti bahasa Latin dengan ahasa Inggris di bawah
kedok Katolik. Bahasa Inggris secara efektif dikenakan sebagai bahasa Gereja
dengan maksud untuk menjadi bahasa rakyat. Pada waktu itu banyak orang di
daerah Cornwall yang tidak berbicara atau mengerti bahasa Inggris. Banyak
penutur bahasa Cornish dibantai oleh tentara Kerajaan, sementara mereka yang
memprotes pengenaan buku Doa Inggris akan dihukum mati dan banyak pembalasan dari
orang-orang yang menderita.
Sepanjang abad
ke-18 dan 19 Inggris berusaha melakukan sebuah pembentukan dominan untuk
menghilangkan semua bahasa non-Inggris dalam grup Island Inggris (seperti
bahasa Welsh, bahasa Irlandia dan bahasa Gaelic Skotlandia) dengan melarang
mereka atau dinyatakan meminggirkan speaker mereka. Banyak bahasa lain hampir
atau benar-benar telah dihapus dengan titik ini dan termasuk Manx
Cornish. Istilah ini mungkin pertama diterapkan pada Kerajaan Inggris yang
banyak ukuran, seperti mendorong permainan kriket dan pengajaran bahasa
Inggris, untuk lebih membangun pegang pada negara dan teritori di seluruh
dunia. Kasus lain yang serupa juga terjadi di Swedia kepada bangsa
Sami. Selama abad 18 sampai akhir abad 19 dan awal abad 20.
Imperialisme
budaya pada abad 20 ini berhubungan dengan Amerika Serikat dan Uni Soviet
terutama pada-masa-masa perang dingin. Pada tingkat yang lebih rendah dengan
negara-negara lain yang memberikan pengaruh kuat pada negara-negara tetangga. Sebagian
besar negara luar Amerika Serikat merasa bahwa buku-buku populer dan ekspor
budaya akademis tingkat tinggi melalui bisnis dan budaya populer seperti, film,
musik dan televisi ekspor budaya populer dengan cara mereka yang unik yang
dapat mengancam kehidupan atau nilai-nilai moral negra tersebut. Beberapa
negara termasuk Perancis, memiliki kebijakan yang secara aktif menentang Amerikanisasi. Beberapa
produsen budaya Amerika seperti Reader's Digest telah merespon atau sama sekali
menghindari perlawanan seperti dengan mengadaptasi konten mereka (atau permukaan
itu) untuk penonton lokal.·
Pengaruh
budaya dapat dilihat oleh budaya “menerima”, baik itu sebagai ancaman atau
bagian dari pengayaan identitas budayanya. Karena itu apakah dapat berguna
untuk membedakan antara imperialisme budaya dalam artian sebagai sebuah sikap
(aktif atau pasif) dari superioritas dan posisi budaya atau kelompok yang
bertujuan untuk melengkapi produksi budayanya sendiri atau dianggap rusak
karena produk impor atau nilai-nilai asing?.
Sejarawan Francois
Chaubet baru ini menulis buku tentang Globalisasi Budaya yang didalamnya
terdapat pembahasan imperialisme budaya dan karyanya cukup baik sebagai
referensi. Menurut Francois Chaubet menonton siaran
berita CNN, mengambil studi di luar negeri, melakukan perjalanan jauh (liburan
di luar negeri), mengapresiasi secara lokal seniman-seniman yang berkarya dan
berpameran di seluruh dunia dan menonton sepakbola Piala Dunia, semuanya adalah
praktik-praktik dari globalisasi saat ini budaya yang umum saat ini. Praktik-praktik tersebut merupakan ekspresi dari
globalisasi yang kian meluas pada abad XIX. Dunia Baru ini hasil dari
sebuah globalisasi yang resah. Beberapa pihak menuduh “Coca-kolonisasi”
dunia atau lahirnya sebuah “dunia Mc” yang menggabungkan McDonald dan McIntosh
(Apple), sementara yang lain menuding sejumlah fenomena berakhirnya identitas
yang dihasilkan globalisasi. Ada pula yang mengagung-agungkan dunia yang sedang
dalam proses persilangan ini.
Kanada juga
bergulat dengan pengaruh AS yang selalu ampuh. Selain dari fakta bahwa bisnis
industri Amerika, pembelian Kanada dan sumber daya. Populasi Kanada terus
menerus terkena tekanan media Amerika. Kanada telah merespon untuk
memberlakukan undang-undang, yang mengharuskan stasiun radio untuk memutar
persentase tertentu dari konten Kanada. Kanada memiliki kebiasaan memeluk
budaya Amerika, tetapi juga telah berhasil dipertahankan ke khasan mereka
sendiri.
Imperialisme
Budaya di Indonesia
Negara
Indonesia merupakan salah satu dari negara yang berkembang, sampai saat ini Indonesia
masih memiliki budaya dan kearifan lokal yang beranekaragam. Dewasa ini dengan
kemajuan tehnologi informasi dan komunikasi, budaya barat di Indonesia sudah masuk
sejak Indonesia mengalami masa penjajahan Bangsa Portugis dan disusul Bangsa
Belanda dan Jepang sampai merdeka. Kedatangan para bangsa penjajah tersebut
telah meninggalkan kebudayaan barat seperti rokok pipa, musik keroncong, gaya
bangunan dan lain sebagainya. Selain itu produk penjajah yang sampai sekarang
masih terasa adalah berbagai produk hukum yang masih berlaku di Indonesia. Selain itu negara-negara berkembang bahkan
negara yang terbelakang terkadang memandang segala sesuatu yang ada di dunia
barat hebat, sehingga masyarakat negara berkembang akan menirukan dan mengkonsumsi
produk negara barat tersebut, seperti halnya trend/gaya hidup para artis
Hollywood dan pemain bola di Eropa yang digemari masyarakat. Dan jelas terlihat
bahwa produk budaya barat muncul di berbagai media saat ini, dan perlahan-lahan
dapat meberikan pengaruh pada budaya/kearifan lokal.
Sisi lain yang sangat terlihat
pada aspek globalisasi serta imperialisme di dalamnya yang perlahan-lahan mulai
masuk. Hal itu tentunya dapat menggeser masyarakatnya untuk mengesampingkan
produk-produk lokal atau bahkan lebih ekstrimnya tidak suka atas produknya
sendiri. Seperti menonton siaran berita CNN yang jelas-jelas itu adalah produk
Amerika yang masuk ke Indonesia. Selain itu ada gaya hidu yang menjadi gengsi
orang-menengah ke atas yaitu melakukan perjalanan jauh (liburan di luar negeri)
sedangkan di Indonesia ada yang lebih bagus, namun hal ini masih dapat
disanggah dengan menampilkan iklan-iklan yang menyajikan keindahan Indonesia.
Dan sampai sekarang yang masih marak dan trend di kalangan anak muda khususnya
yaitu menonton pertandingan sepakbola liga-liga di Negara Eropa. Semuanya itu
adalah praktik-praktik dari imperialisme budaya sebagai dampak dari globalisasi
saat ini budaya yang umum saat ini. Praktik-praktik
tersebut merupakan ekspresi dari globalisasi yang kian meluas pada abad 20 saat
ini.
Praktik dari imperialisme budaya
di Indonesia sebagai dampak dari globalisasi saat ini sudah dapat di bentengi
oleh kalangan masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya kelestarian warisan
bangsa berupa budaya atau kearifan lokal. Selain itu untuk mengikuti arus
globalisasi di dunia agar menjadi bangsa yang tidak tertinggal, Indonesia sudah
dapat memproduksi barang yang berkualitas ekspor. Beberapa iklan TV Indonesia
sudah melakukan promosi dan ajakan kepada masyarakat untuk membeli dan
mencintai produk-produk buatan Indonesia.
Daftar Rujukan
Chaubet, Francois. 2015. Globalisasi Budaya. Yogyakarta:
Jalasutra
Hermuningsih, Sri. (Tanpa Tahun). International Conference:
Globalizing Lokal Wisdom Education. Pendidikan Global Berbasis Kearifan
Lokal. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Tamansiswa Yogyakarta
M D, Dedy. 2014. Globalisasi dan Imperialisme Budaya di
Indonesia. Bandung: Journal Communication Vol.5 No.2 Oktober 2014 (online:https://journal.budiluhur.ac.id/index.phpjournal=comm&page=article&op=download&path%5B%5D=26&path%5B%5D=11)
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi: dari Sosiologi Klasik
sampai Perkembangan Terkahir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
https://id.wikipedia.org/wiki/Imperialisme_budaya
(diakses 20/11/2016)
https://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi_budaya
(diakses 20/11/2016)
http://kotakita.weebly.com/wacana/imperialisme-budaya
(diakses 04/12/2016)
Komentar
Posting Komentar