MASYARAKAT DENGAN MITOS PESAREAN GUNUNG KAWI




Qomaruzzaman
Universitas Negeri Malang


ABSTRAK: Masyarakat Indonesia terkenal akan keberagaman baik itu suku agama maupun budayanya. Tidak jarang juga budaya itu tercampur karena adanya kebudayaan asing yang masuk (diffusion). Di zaman yang modern ini dengan segala kemajuan IPTEK beberapa daerah di Indonesia ini masih ada masyarakat yang masih kuat akan kepercayaan terhadap alam dan benda-benda tertentu yang dianggap memiliki daya atau kekuatan magis. Teori tentang tahap perkembangan intelektual masyarakat oleh Auguste Comte  yaitu tahapan teologis, bahwa benda-benda pada zaman ini merupakan ungkapan dari supernaturalisme. Pada masyarakat Gunung Kawi, kepercayaan akan sesuatu yang dianggap memiliki daya atau kekuatan dapat dilihat pada sebuah komplek pemakaman yang kononnya dapat memberi suatu keberkahan tersendiri, sehingga banyak orang yang berziarah dari berbagai daerah bahkan hingga mancanegara. Di sisi lain keberadaan komplek pemakaman tersebut memberikan berbagai dampak bagi masyarakat sekitar khususnya. Perkembangan lebih lanjut tentang adat istiadat dan kebudayaan di Indonesia dapat terjaga baik meski berbagai budaya asing banyak memberi pengaruh.

Kata kunci: masyarakat, kepercayaan, benda

Indonesia terkenal dengan banyaknya suku dan budaya yang keberadaannya dipertahankan sampai saat ini. Salah satu suku yang sangat berpengaruh di Indonesia ialah Suku Jawa, bahkan tradisi dan kebudayaannya banyak dijumpai dimana-mana (Marzuki, 2015). Hal ini tak lepas dari zaman ketika manusia mulai mengenal kepercayaan animisme (percaya pada roh leluhur) dan dinamisme (percaya pada kekuatan benda-benda nonfisik), atau disebut juga religion magis (Ayu et al., 2015). Kepercayaan tersebut tidak hilang begitu saja meskipun ajaran masyarakat sudah memiliki keyakinan atau agama yang berbeda seperti Islam, Kristen, atau yang lainnya. Salah satu aktivitas yang berhubungan dengan religion magic dan menjadi tradisi hingga saat ini adalah ritual yang diwujudkan dengan mengunjungi makam tokoh yang dihormati, seperti yang terjadi di Pesarean Gunung Kawi. Dalam kajian ini dibahas tentang masyarakat teologis Dusun Wonosari Kabupaten Malang yang letaknya berdekatan dengan wisata ritual Gunung Kawi.

METODE
            Penentuan judul penelitian ini penulis harus memahami terhadap apa yang akan dibahas. Yaitu dengan menentukan rumusan masalah. Dengan demikian penulis dapat menentukan judul penelitian yang sesuai dengan apa yang akan dibahas.
Pada penelitian kualitatif yang bersifat analisis pada suatu hal tertentu baik berupa catatan narasi, foto, maupun pesan audio visual, obyek penelitiannya adalah materi yang akan dianalisis. Obyek penelitian kualitatif pada umumnya menggunakan istilah subyek penelitian. Hal ini dikarenakan prinsip bahwa di dalam penelitian lapangan, peneliti berusaha menggambarkan fenomena dari sudut pandang para pelaku di dalam fenomena yang di teliti. Dengan demikian para pelaku ini merupakan subyek bukan obyek penelitian.
Maka dari itu penelitian kali ini merupakan bentuk kerja penulis di lapangan atau langsung terjun dimana tempat terjadinya fenomena yang akan diteliti dan subyek yang saya ambil adalah apa saja yang ada disekitar lokasi penelitian dengan menggunakan catatan berupa narasi dan foto sebagai sumber informasi penelitian.
Tekhnik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melalui langkah-langkah observasi dan tehnik wawancara dimana untuk memperkuat hasil yang akan di dapat dalam penelitian saya ini.
Model pendekatan Kualitatif menekankan pada pembangunan naratif atau deskripsi atas fenomena yang sedang diteliti, maka dari itu untuk penelitian ini penulis menggunakan 2 (dua) model adalah sebagai berikut.
1.      Studi Kasus
Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan bantuan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas, atau individu.
2.      Grounded Theory
Tujuan pendekatan grounded theory adalah untuk menghasilkan atau menemukan suatu teori yang berhubungan dengan situasi tertentu. Inti dari pendekatan grounded theory adalah proses melakukan pengembangan suatu teori yang berhubungan erat dengan konteks peristiwa yang dipelajari.

Pendekatan Teori
            Penulisan artikel ini penulis melakukan pendekatan teori dengan mengkaitkan teori-teori sosiologi yang di kemukakan oleh para ahli sosiologi klasik. Menurut penulis teori yang memiliki kedekatan dengan fenomena yang dijadikan bahan penulisan artikel ini adalah teori yang dikemukakan oleh Auguste Comte, yaitu tentang teori tahapan perkembangan manusia. Masyarakat Gunung Kawi tergolong pada tahapan Teologis Politeisme, yaitu suatu bentuk kehidupan masyarakat yang didasari oleh pemikiran-pemikiran yang mempunyai anggapan bahwa daya  pengaruh itu tidak lagi berasal dari benda-benda yang ada di sekeliling manusia, akan tetapi dari benda-benda atau makhluk-makhluk yang tidak kelihatan yang berada di sekitarnya. Dalam  bentuk kehidupan ini, timbul kepercayaan akan sesuatu di diri manusia, bahwa setiap benda, setiap gejala atau peristiwa alam dikuasai oleh Dewa masing-masing. Sehingga untuk keselamatan dirinya, manusia harus menyembah para dewa tersebut dengan melakukan suatu ritual penyembahan.

Kondisi Singkat Masyarakat Gunung Kawi
            Gunung Kawi ialah salah satu gunung yang berada di Pulau Jawa, dengan ketinggian 2.860 meter dari permukaan laut, terletak di Kabupaten Malang, Jawa Timur, tepatnya di Kecamatan Wonosari, sekitar 40 km sebelah barat Kota Malang (Sumarna, 2015). Menurut Ayu (et al. 2015) yang menjadikan Gunung Kawi terkenal dan menjadi destinasi wisata ialah karena adanya pesarean tokoh yang dihormati dan menjadi wisata ritual di lereng gunung Kawi yakni Eyang Djoego (Kyai Zakaria II) dan R.M Iman Soedjono. Namun yang menjadi titik berat perhatian kami adalah kehidupan masyarakat yang masih mengenal mitos-mitos tentang suatu kekuatan gaib di daerah sekitar komplek pesarean Gunung Kawi. Hasil wawancara dengan Bapak Trisna tentang agama penduduk sekitar komplek pesarean, mengatakan bahwa masyarakat Desa Wonosari mayoritas muslim sekitar 85% , 5% Kristen, dan 10% agama lainnya, namun sekitar 10% dari kaum muslim mengikuti Islam Kejawen yaitu Islam dengan konsep kepercayaan Hindu-Budha yang tercampur menjadi satu dan diakui sebagai agama Islam (Koentjaraningrat).














Pesarean Gunung Kawi
Gunung Kawi sangat terkenal sebagai salah satu tempat ritual yang dapat mengabulkan permohonan. Kesohorannya itu membuat banyak sekali pengunjung yang datang, bahkan dari seluruh dunia. Salah satu lokasi yang sangatterkenal di sana adalah Pesarean. Di Pesarean ini ada dua makam tokoh penyebar agama Islam, yang dipercayai memiliki kekuatan penyembuhkan penyakit. Mereka hidup sekitar abad ke-18. Kedua tokoh ini bernama Eyang Djoego dan Raden Mas Imam Soedjono,dipercaya memiliki sifat-sifat luhur dan jiwa kepahlawan. Eyang Djoego (Kyai Zakariya II) adalah keturunan Kerajaan Surakarta yang berkuasa pada abad ke-18 dan Imam Soedjono adalah keturunan KerajaanYogyakarta yang berkuasa di era yang sama. Dua tokoh ini memiliki wasiat agar jika meninggal, jenazahnya dimakamkan di Gunung Kawi. Jadi, sesudah kemangkatannya, mereka dimakamkan tepat di titik di Gunung Kawi, yang dianggap keramat. Eyang Djoego dan Imam Soedjono dipercaya memiliki wasilah Tuhan. Dengan demikian, setiap permohonan yang diajukan di makamnya sangat mungkin terwujud atau terkabul. Ada tiga permohonan utama yang diajukan peziarah saat mengujungi makam tersebut. Permohonan Ini adalah keselamatan, sehat dan sembuh dari penyakit serta banyak rezeki.
Selain pemakaman itu, di Gunung Kawi ada lokasi yang juga menarik perhatian, yaitu bangunan Cina, Dewa Ciam Si dan Dewi Kwan Im. Tempat ini dipergunakan bagi mereka yang ingin meramalkan atau menentukan nasib dengan bersembahyang. Kemudian, ada sebuah pohon keberuntungan yang disebutkan pohon Dewa Dam (Dewandaru, dalam Bahasa Jawa). Buah pohon ini dipercaya membawa banya krezeki. Dan yang terakhir adalah Pemandian Sumber Urip.
  



Masyarakat dan Mitos
            Mitos merupakan cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu, mengandung penafsiran tentang asal-usul semesta alam, manusia, dan bangsa tersebut mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib (menurut KBBI). Mitos bukanlah sekedar deskripsi ilmiah, melainkan suatu kisah kebangkitan kenyataan yang paling awal yang diceritakan untuk memenuhi tuntutan religius yang paling dalam. Karena itu mitos menurut Malinowski adalah unsur yang paling penting bagi penciptaan peradaban manusia. Atas dasar itu semua mitos bukan saja sebagai cerita yang tanpa arti, melainkan cerita yang memiliki kekuatan aktif dan hidup, serta memiliki inti dalam realitas.  Lebih dari itu Arkoun juga melihat dari sisi fungsinya, ia mengatakan bahwa mitos itu berperan layaknya fungsi agama, sekalipun tidak bisa menggantikan agama itu sendiri. Dikatakan demikian karena mitos itu adalah impian kebajikan universal yang hadir sebagai sumber nilai yang bisa dijadikan pedoman bagi kehidupan manusia.
            Namun demikian dalam kaitanya untuk meraih tuntutan religius yang paling dalam serta sumber nilai itu, mitos bukanlah satu-satunya instrumen yang representatif sebagai medianya. Mitos sangat membutuhkan instrumen lain yang berfungsi sebagai kekuatan legitimed, yaitu ritus dan medan budaya (sarana). Sehubungan dengan itu bahwa ada sedikit sekali jumlah ritual, kalau itu ada, yang tanpa dasar mitos. Sebab dari pengetahuan mengenai mitos itulah akan diperoleh motif untuk melakukan ritual. Pada masyrakat Gunung Kawi ritual- ritual dilakukan setiap bulan-bulan tertentu seperti pada bulan Suro (menurut kalender Jawa). Pada bulan ini masyrakat Islam Kejawen khususnya, banyak ritual yang dilakukan salah satunya adalah memandikan pusaka (keris) dengan air yang dicampur bunga. Dengan demikian ritual berfungsi menghidupkan kembali keyakinan-keyakinan yang ada dalam mitos.  Karena itu mitos tanpa ritus bagaikan iman tanpa islam, sebaliknya ritus tanpa mitos sama artinya dengan amal yang telah kehilangan dasar pijakannya.
Kajian teoretik di atas akan sangat relevan sekali jika dikaitkan dengan perilaku mitis berdasarkan hasil observasi, para peziarah dan masyarakat yang ada di komplek pesarean Gunung Kawi. Hampir bisa dipastikan bahwa praktik ritual yang ada di wisata ritual Gunung Kawi tersebut pasti ada dasar pijakannya, yaitu keyakinan-keyakinan mitis. Sehubungan dengan itulah maka apapun harus dinyatakan bahwa tradisi mitos pesugihan sebagaimana yang diyakini oleh para peziarah di Gunung Kawi memiliki kekhasan tersendiri. Kekhasan itu terletak secara nyata dalam bentuk ritual-ritualnya. Dalam setiap upacara yang diselenggarakan oleh para peziarah selalu terlihat dimensi sakralitas, dan nilai-nilai kesuciannya, tidak sebagaimana fenomena empiris yang bersifat duniawi itu.
Mitos tentang kyai spiritual atau leluhur yang sudah meninggal mendahului kita, utamanya di wisata ritual Gunung Kawi misalnya, telah memunculkan motif untuk melakukan tindakan upacara-upacara dan keyakinan baru.  Bentuk riil upacara itu misalnya dengan menyelenggarakan sesajen yang kini berubah menjadi selamatan. Tindakan ritual dalam bentuk selamatan itu ternyata tidak saja berarti pemberian sesajen kepada arwah kyai spiritual tersebut melalui sarana bahan makanan yang dikeramatkan dengan do’a-do’a dan mantra jawa, tetapi juga ada tindakan lain yang disebut dengan caos hormat marang Kyai tersebut. Selamatan dipahami sebagai bentuk rasa syukurnya sekaligus ucapan hormat atas segala berkah dengan perantara (wasilah) kyai spiritual tersebut, hingga mengantarkan kesuksesan hidupnya.

Ritual Mistis Pesugihan Dan Pengasihan
Menurut budaya masyarakat Jawa, istilah kekayaan tidak terbatas arti harta atau uang saja. Di Jawa, orang kaya bisa saja berarti orang yang memiliki jabatan dan sukses berusaha, atau menemukan jodoh yang baik dan mepunyai keluarga yang sehat. Tidak hanya itu, bisa juga berarti mencapai tujuan lain yang sangat diinginkan, misalnya menjadi cantik dan terkenal.
Ada dua istilah yang biasanya terkait dengan ritual mistis, pertama adalah pesugihan, Orang yang mencari pesugihan adalah mereka yang menjalankan prosesritual mistis untuk menambah kekayaan harta dan uang, lebih dari pada yang dimilikinya saat ini. Sedangkan istilah lainnya adalah pengasihan. Pelaku pengasihan adalah mereka yang melakukan ritualmistis dengan tujuan-tujuan tertentu yang diinginkan, misalnya ingin hidup sehat/naik jabatan, mendapat jodoh, cantik dan disenangi atasan, atau ingin menimba ilmu tertentu misalnya ingin kebal atau berumur panjang.



Perpaduan Konsep Islam dan Hindu
            Agama Islam merupakan konsep agama dengan kepercayaan pada satu Tuhan yaitu Allah SWT dan mengakui Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Sedangkan pada agama Hindu ajaranya mengenal tentang banyak dewa yang harus yakini dihormati. Dalam hal ritual ibadah kedua agama ini sangat jauh berbeda. Agama Islam dalam hal beribadah tidak membutuhkan sesaji dan penyembelihan tumbal yang diperuntukan Dewa. Berdasarkan hasil analisa tim peneliti, masyarakat Islam kejawen Gunung Kawi merupakan hasil dari akulturasi ritual Agama Hindu yang dipadukan dengan konsep Agama Islam


Penutup



Daftar Rujukan

Ayu, D., Antariksa dan Abraham M. R. 2015. Aktivitas Ritual Pembentuk Teritori Ruang
pada Pesarean Gunung Kawi Kabupaten Malang. J. Arsitektur NALARs 14.

Efendi, Sofian; Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES

Koentjaranngrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta.

Kamus Bahasa Indonesia (online) http://kbbi.web.id

Monady, Hanief. (tanpa tahun). Epistemologi Positivisme Auguste Comte Dan Implikasinya
Bagi Pemikiran Keislaman (online). https://www.academia.edu/10863637/ (diakses 8
Mei 2016)

Sumarna, R. 2015. Pesarean Gunung Kawi. (online) http://malangonline.com /pesarean-

Gunung-kawi/ (diakses 04 Mei 2016).



MOHON MASUKAN KOMENTAR BAGI PEMBACA ARTIKEL INI  ;)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IMPERIALISME BUDAYA OLEH NEGARA-NEGARA EROPA DAN AMERIKA SERIKAT DI DUNIA SEBAGAI DAMPAK DARI GLOBALISASI

SUAP KEPADA SUPELTAS